Thursday, November 27, 2014

Museum Kepurbakalaan Banten

Hari masih pagi ketika saya memutuskan untuk mengajak anak-anak berwisata ke Museum Situs Kepurbakalaan Banten yang terletak di Kawasan Wisata Banten Lama di desa Kasemen, Serang-Banten, pada Minggu 21 Juli 2013. Kebetulan saya tinggal di desa Kramatwatu yang letaknya dekat dengan kawasan situs sejarah Banten Lama yang pernah jaya pada abad ke XVI.
Saya berangkat dari rumah menggunakan sepeda motor melalui. Situs pertama yang saya temui adalah Danau Tasikardi. Danau ini merupakan penampungan air yang akan dijernihkan untuk kemudian dialirkan ke keraton menggunakan pipa-pipa yang terbuat dari tanah liat dan ditanam di bawah tanah. Mengagumkan bukan? Bahkah teknologi pipa sudah ada di abad ke XVI. Konon, bagian dasar danau ini dilapisi keramik. Dan dahulu danau ini menjadi tempat wisata bagi para keluarga kerajaan. Danau seluas 5Ha ini kini juga menjadi tempat rekreasi yang dibuka untuk masyarakat umum. Suasananya begitu sejuk karena di sekeliling danau banyak pepohonan rindang. Disini kita dapat bermain sepeda air yang berbentuk bebek.
Saya tidak mampir ke danau tersebut, karena tujuan saya yaitu Museum Kepurbakalaan Banten.  Jarak dari rumah saya ke museum ini hanya 10 menit dengan berkendara. Jika menggunakan angkutan umum, bisa memalui pasar lama Serang dengan membayar ongkos sebesar Rp7.000,-. Memasuki halaman museum kita dapat melihat sebuah Meriam Ki Amuk. Meriam ini adalah hasil rampasan dari tentara Portugis yang berhasil dikalahkan dalam perang. Meriam ini terbuat dari tembaga dengan panjang 2.5 meter.
Meriam Ki Amuk
Meriam Ki Amuk
Selain meriam, di halaman museum juga dapat dilihat peralatan penggilingan tebu untuk pembuatan gula, serta berbagai hiasan pintu gerbang yang terbuat dari batu-batu yang diukir.
Didalam museum kita dapat melihat lebih banyak lagi benda-benda bersejarah lainnya. Untuk masuk ke dalam museum, cukup membayar harga tiket masuk sebesar Rp1.000,- saja. Tepat di pintu masuk kita akan disuguhi hasil kerajinan gerabah masyarakat Banten pada abad ke XVI. Di sebelah kanan pintu, dipajang silsilah raja-raja dari Kesultanan Banten Lama, serta patung sapi peninggalan kebudayaan masyarakat hindu jauh sebelum islam ada di Indonesia.
Sementara disisi kiri pintu, terdapat miniatur wilayah Banten Lama yang terletak di sisi teluk Banten. Disinilah saya kemudian mendapatkan infromasi dari petugas bahwa, jauh sebelum Singapura maju, Banten telah berjaya dengan pelabuhan Karangantu sebagai satu-satunya pelabuhan di Asia Tenggara yang menjadi pintu masuk para pedagang dari berbagai Negara.
Lukisan dan silsilah raja
Lukisan dan silsilah raja
gerabah
Melihat miniatur ini saya langsung tergoda untuk mendatangi satu persatu tempat-tempat bersajarah di kawasan wisata Banten Lama, seperti keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Banten Lama, Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke XVI, Benteng Speelwijk yang menjadi pusat pertahanan VOC, Vihara Avalokitesvara yang cantik yang juga dibangun pada abad ke VXI, Istana Kaibon, serta Pelabuhan Karangantu.
Selesai mempelajari miniatur sebagai panduan untuk menjelajahi seluruh situs yang ada, saya melanjutkan masuk ke dalam museum. Saya melihat alat-alat pertanian yang digunakan untuk bercocok tanam. Ada juga pengampul pancing yang terbuat dari timah, serta uang logam kuno. Disudut ruangan perdapat patung manusia dalam lemari kaca. Petung tersebut tengah memperagakan cara menyuling emas dengan alat tradisional pada abad ke XVI.
keramik
senjata
Dekat dengan patung tersebut dipamerkan berbagai perabotan rumah tangga yang terbuat dari keramik peninggalan masyarakat cina yang bermukim di Banten. Perabotan seperti piring, gelas, dan mangkuk ini berwarna dominan putih dan dan lukisan biru di atasnya. Benar-benar terlihat antik dan cantik!
Di dalam museum ini, yang paling banyak dipamerkan adalah benda-benda peninggalan kerajaan Banten Lama. Disini saya melihat banyak senjata seperti tombak dan keris. Ada juga batu berbentuk balok yang dulu digunakan sebagai tiang pintu gerbang keraton, serta besi-besi sebagai kunci. Selain itu, dipamerkan juga berbagai lukisan dan miniatur yang menggambarkan suasana kerajaan dan masa penjajahan.
Saya juga tertarik pada batu-batu berbentuk lempengan hitam yang di permukaannya terdapat tulisan berbaha inggris kuno. Rupanya lempengan batu tersebut adalah batu nisan orang-orang penting dari eropa yang meninggal di Banten. Di antara nisan-nisan orang eropa tersebut, ada juga satu batu nisan yang di atasnya terukir huruf kanji. Mungkin itu batu nisan untuk orang cina.
Salah satu lukisan suasana kerajaan dan penjajah
Salah satu lukisan suasana kerajaan dan penjajah
Dalam museum ini terdapat satu ruangan khusus yang di dalamnya tersimpan sebuah mesin cetak yang digunakan untuk mencetak uang secara manual pada tahun 1900-an. Di dinding ruangan ini terpasang juga contoh-contoh uang kertas yang digunakan sebagai alat tukar pada masa itu. Contoh uang ini berukuran besar dan dalam bentuk digital printing.
Dekat dengan pintu keluar, dipamerkan sebuah rumah adat suku Baduy. Baduy adalah sebuah suku yang bermukim di pedalaman Banten. Mereka membatasi diri dari peradaban modern untuk menjaga kelestarian adat leluhurnya. Hampir seluruh bagian dari rumah adat baduy ini terbuat dari bambu, hanya atapnya saja yang terbuat dari daun aren.
Rupanya rumah adat Baduy ini bukanlah hal terakhir untuk dilihat sebelum keluar dari museum. Tepat di muka pintu terdapat sebuah lemari kaca yang di dalamnya tersimpan bacaan khutbah jum’at yang dicetak dan terbuat dari tembaga. Dengan adanya cetakan khutbah ini tentu semakin menegaskan bahwa Banten Lama adalah kerajaan yang bernafaskan islami pada abad ke XVI.
rumah adat baduy

0 comments:

Post a Comment

ads

ads