Berkunjung ke Yogyakarta, rasanya belumlah lengkap
bila belum bertandang ke Keraton Yogyakarta. Buat kami (saya dan suami),
ini adalah agenda penting kami, wajib untuk menengok Keraton
Yogyakarta. Ya..salah satu keraton di nusantara ( Indonesia), yang masih
eksis hingga saat ini. Oleh karenanya, buat kami, ini adalah sebuah
peninggalan sejarah budaya yang terus hidup hingga kini. Dan barang
tentu bisa kita ceritakan untuk anak cucu kelak.
Sejak merencanakan liburan diakhir tahun 2012,
Yogyakarta adalah pilihan untuk liburan kami. Banyak hal yang menarik
disana, wisata budaya terutamanya. Berkali-kali pula suami berkata,
“nanti kalau ke Yogyakarta, masuk Keraton y??” Sayapun mengiyakannya.
Buat saya sendiri, bukanlah untuk yang pertama kalinya masuk Keraton
Yogyakarta. Bertahun-tahun yang lalu, saya sudah study tour ke
Yogyakarta, yang artinya masuk Keraton untuk pertama kalinya. Yang kedua
kalinya, dulu sewaktu masih belajar di kota pelajar ini, sekali pernah
berkunjung bersama dengan teman-teman. Artinya ketika saya berkunjung
lagi ke Keraton Yogyakarta bersama suami, ini adalah kunjungan saya yang
ketiga kalinya. Bagaimana dengan suami saya? Kunjungan ini adalah
kunjungan perdananya ke Keraton Yogyakarta.
Maka, rabu 16 januari 2013 lalu, kami sudah
merencanakan, mengagendakan kunjungan ke Keraton Yogyakarta. Pagi itu
kami sudah berangkat menuju Keraton dengan menumpang becak, yang memang
banyak terparkir disepanjang jalan Prawirotaman ini. Seperti biasa
ongkosnya Rp 20.000; dari daerah prawirotaman (tempat kami menginap),
sampai di keraton. Oleh Bapak tukang becaknya, kami langsung diarahkan
ketempat pembelian tiket masuk keraton. Ini artinya kami langsung menuju
Tepas Pariwisata (Regol Keben). Saya dan suami sangat antusias sekali
untuk bertandang kerumah Sultan ini (Sultan Castle). Kami tidak ingin
kalah juga dengan para turis mancanegara, yang juga mengagendakan
berkunjung ke rumah Sultan (Sultan Castle), dalam kunjungan utamanya ke
Yogyakarta. Maka tak heran bila di rumah Sultan ini, kami bertemu
dengan mereka (turis-turis asing) yang satu penginapan, juga satu kereta
dalam perjalanan dari Jakarta-Yogyakarta.
Sebelum memasuki keraton ini kamipun harus
membeli tiket terlebih dahulu. Harga tiket ini tentu saja kami memilih
untuk turis domestic seharga Rp 5.000;/ orang. Jadi berdua, kami hanya
merogoh kocek sebesar Rp 10.000; saja, ditambah Rp 1.000; untuk ijin
mengambil gambar. Artinya dengan menambah biaya Rp 1.000; saja, kita
bisa mengambil gambar didalam kompleks keraton sepuasnya. Tidak mahal
bukan untuk bisa masuk ke Keraton Yogyakarta ini??
Masuk dipintu gerbang ini kita akan disambut
dengan ramah oleh para abdi dalem yang telah berjajar rapi didepan pintu
gerbang untuk menyambut para wisatawan yang datang tiada henti. Sekilas
tentang para abdi dalem keraton ini, jumlahnya sangat banyak sekali.
Dalam satu bulan mereka hanya punya kewajiban datang dua hari untuk
melaksanakan tugasnya di Keraton. Kok Cuma dua hari?? Iya, karena
jumlahnya yang sangat banyak tadi, sehingga tidak ada masalah bila abdi
dalem ini hanya datang dua hari dalam satu bulan. Hal yang paling
penting juga, supaya tidak memberatkan para abdi dalem. Dua hari dalam
satu bulan tentu sesuatu hal yang tidak memberatkan. Lantas apa
pekerjaan para abdi dalem ketika mereka tidak bertugas di Keraton?? Para
abdi dalem ini, selain menjadi abdi dalem keraton, mereka juga
mempunyai pekerjaan lain, seperti berdagang (berwiraswasta), juga ada
yang menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Begitulah sekilas tentang abdi
dalem yang saya tahu, bila kawan sekalian ada yang lebih tahu tentang
abdi dalem keraton ini, bisa menambahkannya.
Setelah masuk dipintu gerbang ini, maka bila
melihat kesamping kanan kita, mata akan langsung tertuju pada sebuah
tempat pagelaran/ pertunjukan yang biasanya selalu ada untuk menghibur
para wisatawan yang datang. Saat kami memasukinya/ datang, tidak ada
pagelaran disana, tetapi ketika kami hendak melangkah keluar pintu
gerbang keraton, ternyata pagelaran wayang golek telah dimulai. Oleh
karenanya, saya dan suami menikmati barang sebentar pagelaran wayang
golek tersebut sebelum akhirnya meninggalkan kompleks keraton, meskipun
kami tidak mengerti terjemahan dari bahasa yang digunakan. Wayang golek
ini disebut wayang golek menak. Ya…sewaktu kami datang itu hari rabu,
dan jadwal pertunjukan dihari rabu adalah wayang golek menak. Bagaimana
dengan hari-hari lainnya, apakah ada pertunjukan atau tidak didalam
keraton?? Sudah barang tentu ada, diantaranya, tari-tarian, wayang
orang, wayang kulit, macapat (nembang), juga ada aktraksi panahan.
Menarik bukan??
Kembali lagi keperjalanan kami memasuki keraton,
bila kita melihat kesebelah kiri setelah memasuki pintu gerbang keraton,
kita langsung melihat seperangkat gamelan, yang merupakan benda pusaka
keraton. Ya..benar sekali, inilah pusaka Keraton Yogyakarta yang
diturunkan saat sekaten, Kyahi Gunturmadu, dan Kyahi Nagawilaga. Saat
itu, ada beberapa abdi dalem yang sedang melakukan ritual di gong pusaka
keraton tersebut. Dengan seksama kami melihatnya, pun begitu juga
dengan turis lainnya memperhatikan ritual tersebut. Mengitari tempat
ini, kamipun mendapat informasi, Bahwasannya setelah gempa bumi yang
mengguncang Yogyakarta tahun 2006 lalu telah meruntuhkan bangsal
Trajumas, tempat kami melihat benda pusaka keraton tersebut. Oleh
karenanya, setelah itu dilakukanlah rekonstruksi. Selain itu juga disini
kita juga dapat melihat artefak/ temuan-temuan, yang ditemukan ketika
rekonstruksi bangsal berlangsung. Dan kami juga melihat, masih ada
lantai semen yang asli didalam bangsal ini. Waah..semakin menarik saja
untuk mengenal ada apa saja didalam rumah sultan ini (Sultan Castle).
Setelah mengitari bangsal Trajumas, kami beralih ke
bangunan disampingnya, yang kalau dilihat-lihat, bangunannya pendek dan
terlihat kecil. Dan ternyata disitulah tempat menyimpan belandar dan
saka. Kalau orang arsitek tentu lebih mengerti tentang hal ini. Disini
juga ada namanya sendiri-sendiri, belandar dan saka itu.
Beralih mengikuti jalur wisata keraton, kamipun
memasuki sebuah gerbang kembali. Yang menariknya, digerbang kedua ini,
sebelum memasukinya, disamping sebelah kiri kami, ada dua patung abdi
dalem. Kami sempat tertipu, karena sangat mirip dengan manusia, hingga
kami kira itu adalah orang yang sedang duduk bersila, seperti para abdi
dalem yang memang sedang duduk bersila. Dan digerbang itulah kami
melihat lambang keraton Yogyakarta.
Melangkah sedikit kedepan, maka mata kami
terbelalak terkagum-kagum, melihat bangunan utama keraton Yogyakarta,
yang ada diseputar bangsal Kencono ini. Tetapi, jangan berharap kita
yang datang ke keraton sebagai wisatawan, bisa melangkah masuk kedalam
bangunan utama keraton ini. Untuk menginjakkan kaki kelantainya, ataupun
hanya sekedar duduk dilantainya yang paling pinggirpun, kita tak
diperkenankan. Karena tempat ini adalah tempat utama keraton Yogyakarta,
tempat untuk menyelenggarakan acara-acara penting Sultan tentunya. Dan
didalam sana, diseputar bangsal kencono ini, ada tempat berkantor Sultan
HB X. Jadi, kita hanya cukup melihatnya saja, dengan mematuhi aturan,
yaitu tidak diperkenankan untuk memasuki area utama keraton.
Kalau kita amat-amati, banyak aktifitas didalam
keraton Yogyakarta ini. Dan dengan berkunjung kesini (Sultan Castle),
kita bisa tahu aktifitas para abdi dalem, bahkan melihatnya langsung.
Seperti ketika kami melihat benda pusaka keraton (Kyahi Gunturmadu dan
Kyahi Nagawilaga), ada beberapa ritual yang dilakukan para abdi dalem.
Dan ketika berada didepan bangunan utama keraton ini, kamipun melihat
para abdi dalem yang sedang melakukan tugasnya (caos). Melihatnya,
diperbolehkan, tetapi tidak diperbolehkan kita untuk mengambil gambarnya
dalam posisi membelakangi para abdi dalem ini. Meskipun dijadikan
tempat wisata, kita sebagai pengunjung tentu juga harus menjaga sopan
santun dirumah Sultan ini. Saat itu, kebetulan saya melihat abdi dalem
yang sedang menuju tempat melakukan caos, ketika melewati bangunan utama
keraton ini, abdi dalem itu berhenti mengahadap bangunan utama,
merendahkan badan, menunduk, mengatupkan kedua telapak tangan. Kalau
kawan-kawan sekalian pernah melihat film-film kerajaan, tentu kawan
sekalian tahu bagaimana sikap yang harus dilakukan para abdi dalem
kerajaan ketika bertemu rajanya. Dan caos ini dilakukan dengan menghadap
kebangunan utama keraton. Dengan hati-hati, kamipun melangkah
meninggalkan para abdi dalem yang sedang caos. Dan berusaha agar tidak
membelakanginya ketika berjalan.
Selanjutnya, kamipun melihat koleksi-koleksi
keraton. Yang pertama kami lihat adalah kereta pandu, yang digunakan
raja dan ratu. Untuk saat ini, kereta ini tentu sudah tidak digunakan
lagi. Tetapi, meski tak digunakan dengan umur yang mungkin sudah ratusan
tahun, kereta ini tetap apik bukan?? Dan dibawah kereta ini, ada jejak
ritualnya. Kalau saya perhatikan, sama seperti Kyahi Gundurmadu dan
Kyahi Nagawilaga.
Memasuki ruang selanjutnya, yang tertata rapi
dengan bentuk memanjang, terdapat banyak lagi beragam koleksi yang
berhubungan dengan HB IX. Ada foto HB IX, ketika masih berumur 4 tahun.
Lantas ada pula mainan sebentuk mobil, dibawah foto kecil itu. Sampai
dengan peralatan makan, kompor, dan beberapa sisa-sisa bumbu yang pernah
dipakai oleh HB IX, juga masih ada dan terawat. Bahkan baju yang pernah
dikenakan oleh HB IX, inipun masih ada. Mungkin kawan sekalian heran,
kok ada bumbu dan kompor, memangnya sultan HB IX itu masak sendiri?? Ya,
inilah sesuatu hal yang patut kita contoh, yaitu rendah hati. Sultan HB
IX, yang bernama kecil GRM. Dorodjatun ini, adalah sultan yang sangat
merakyat, dan terlatih mandiri. Sejak kecil sudah dikirim sekolah di
Belanda, diikutkan dengan keluarga Belanda. Sekalipun putra mahkota,
yang akan menjadi raja dikemudian hari, GRM Dorodjatun ini tidak sungkan
untuk memasak sendiri. Suatu sikap yang patut untuk saya contoh,
sayapun bangga berada didapur memasak dan bergelut dengan bumbu-bumbu
dapur, dan selalu berhadapan dengan kompor. Bagaimana dengan kawan
sekalian, sungkan/ malu kah masuk dapur melihat kompor dan bumbu??
Keluar dari ruangan yang memanjang itu, kami
memasuki sebuah ruang yang didalamnya ada lukisan Sultan HB X ketika
dinobatkan menjadi raja. Besar sekali ukuran lukisan itu, sehingga
sangat menonjol didalam ruangan itu. Kemudian dibawah lukisan Sultan HB
X, ada sebuah kursi. Kursi ini yang digunakan ketika penobatan
berlangsung. Kemudian disebelahnya ada foto-foto ketika penobatan, dan
foto lainnya, juga beberapa penghargaan, dan beberapa baju Sultan
terdahulu, yang masih tersimpan didalam sebuah lemari kaca.
Selanjutnya, kamipun menuju ruang lain yang
terdapat koleksi kristal dan koleksi keramiknya. Didalam masing-masing
ruang koleksi kristal dan keramik itu, dijaga oleh satu abdi dalem.
Banyak benda yang unik dan menarik didalam setiap ruang itu, entah
didalam koleksi Kristal, ataupun keramik. Seperti namanya, ruang koleksi
Kristal didalamnya terdapat segala macam benda, gelas, vas bunga,
lampu, dan beragam hiasan yang rupanya sangat bening, mengkilat, dan
mudah pecah. Maka jangan menyentuhnya, takut kalau pecah, apalagi punya
keraton. Sementara diruang koleksi keramik, didalamnya berisi
barang-barang yang kalau diamati barang-barang itu dari daratan Cina.
Didalam ruang koleksi keramik, kami menemukan sebuah koleksi yang unik
dan berbeda, kalau segala macam benda yang ada dalam ruang koleksi
keramik adalah benda-benda keramik sebentuk pot bunga, guci,
hiasan-hiasan, maka benda ini adalah sebuah jam.
Puas mengitari koleksi Kristal dan keramik, kami
menuju ruang lukisan. Ruang lukisan ini ada didalam sebuah bangunan,
yang dijaga oleh beberapa abdi dalem diluarnya. Didalam ruang-ruang ini,
saya kira pencahayaannya kurang, jadi terasa gelap, mengingat jendela
tidak semuanya terbuka, bahkan tertutup. Didalam bangunan ini terbagi
atas beberapa ruang/ kamar, dimana setiap ruang ada beberapa lukisan.
Ketika itu, ada lukisan-lukisan yang tidak dipajang. Tetapi, kami masih
bisa melihat lukisan yang lainnya, yang jumlahnya cukup banyak. Banyak
lukisan yang bisa kita lihat, ada lukisan raja (Sultan HB I sampai
Sultan HB IX), ratu, selir, anak-anak raja, dan Pakualam. Memasuki
ruang lukisan ini, tempatnya sepi dibandingkan dengan ruang-ruang yang
lain, yang banyak pengunjungnya. Nuansa magispun sangat terasa, entah
mengapa saya sendiri merinding, bulu kuduk berdiri semua, telapak tangan
dan kaki terasa dingin sekali. Namun, saya tetap berusaha tenang, tetap
melihat lukisan-lukisan tanpa memandangnya lama-lama, dari ruang yang
satu beralih keruang yang lain, dan kemudian keluar bangunan tempat
lukisan itu. Dan didalam ruang lukisan itu kamipun tak mengambil gambar
masing-masing lukisan yang ada didalamnya. Hanya silsilah keluarga
kerajaan, dan foto GRM Dorodjatun saja yang diambil.
Tak terasa kaki mulai pegal, mengitari kompleks
keraton ini. Sebelum melanjutkan keruang berikutnya, saya dan suami
berhenti sejenak disebuah tempat yang ada bangku-bangkunya. Sepertinya
bangku-bangku ini memang disiapkan untuk para wisatawan yang berkunjung
ke Keraton Yogyakarta, agar ketika mereka merasa lelah, bisa
beristirahat barang sebentar, sambil membeli minuman yang juga dijual
disana. Namun, sayang sekali penjual minuman itu belum buka, bukanya jam
sebelas siang, padahal saat itu baru jam 10.30 pagi, dan kami haus
sekali! Akhirnya kamipun mengisi waktu dengan melihat-lihat souvenir
yang dijual diseberang penjual minuman itu. Ada macam-macam souvenir
yang ditawarkan, diantaranya, blangkon, kaos-kaos, topi, pernak-pernik
lainnya. Penjual minuman belum buka juga, akhirnya kami berlalu saja…
Lanjut ke ruang koleksi lainnya. Kali ini, kami
masuk keruang koleksi batik. Harap mematuhi aturan ketika memasukinya,
saat membeli tiket, dan membayar Rp 1.000, ijin mengambil gambar, kita
harus baca dengan seksama, ditiket itu tertulis, bahwa kita tidak
diperbolehkan mengambil gambar/ foto diruang koleksi batik. Kita harap
maklum, ini sebagai langkah pencegahan bila mungkin ada pihak yang ingin
meniru motif batik milik nusantara ini. Didalam ruang ini, beragam
motif batik dipajang/ dipamerkan. Kita bisa melihatnya, juga bisa
mengamatinya, begitu banyaknya motif batik yang kita miliki ini. Tidak
hanya kain batik Yogyakarta saja yang dipajang, tetapi ada motif batik
dari daerah lainnya, seperti Pekalongan, dan Madura. Adapun koleksi
batik yang merupakan hadiah dari sejumlah pengusaha batik Yogyakarta dan
daerah lainnya, didalamnya. Selain bisa menikmati koleksi batik,
diruang koleksi batik ini, kami menjumpai peralatan membatik, mulai dari
HB VIII sampai HB X. Didalam ruang ini, ada sebuah sumur juga. Sumur
ini adalah sumur tua yang dibangun oleh Sultan HB VIII. Menarik bukan,
ruang koleksi batik ini?? Dan ruang koleksi batik inilah yang disebut
Museum Batik, yang diresmikan oleh Sultan HB X ditahun 2005.
Ruang koleksi batik menjadi penutup perjalanan
kami berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Sebelum melangkah keluar, sayapun
mencoba fasilitas toiletnya, karena ingin buang air kecil. Kebetulan
toiletnya ini berada tidak jauh dari Museum Batik. Masuk ke toilet,
tempatnya bersih. Ada dua ruang, satu toilet ala barat, artinya tidak
air hanya ada tisu toilet saja, ruang kedua ala Indonesia, lengkap
dengan bak air dan gayung. Sayapun memilih ala Indonesia saja. Air
didalam bak airnya itu, jernih dan dingin. Sementara bak airnya bersih,
hingga kedasar bak. Jadi, fasilitas toilet dikompleks keraton ini sama
nyaman dan bersih seperti fasilitas toilet di Mirota Batik.
Selanjutnya, kami keluar kompleks keraton
melalui Regol Keben, tempat kami masuk dan membeli tiket tadi. Keluar
dari Keraton hati kami merasa puas, karena ada banyak ilmu yang bisa
kita bawa. Tetapi jangan berprasangka macam-macam tentang ilmu ini. Ilmu
yang kami bawa pulang adalah ilmu bersikap rendah hati, tidak sombong,
menjaga tutur kata, dan harus berlaku sopan dimanapun kita berada. Yang
tak kalah penting yang harus kami ingat, sekalipun saya dan suami
tinggal dinegeri orang, mungkin esok akan mengenyam pendidikan dinegeri
orang, atau bahkan kelak anak kami mengenyam pendidikan dinegeri orang,
hal yang pertama akan kami katakan, kami adalah orang Indonesia.
0 comments:
Post a Comment