Pendirian
museum ini merupakan prakarsa Dewan Harian Daerah Angkatan 45 (DHD’45)
dan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Peletakan batu pertama pembangunan
museum ini dilakukan oleh Ketua Legium Veteran Republik Indonesia,
Letjen Purnawirawan Achmad Thahir pada tanggal 6 Juni 1993, sedangkan
peresmiannya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia H.M. Soeharto
pada tanggal 10 Juli 1997. Museum ini bertugas dalam mengumpulkan,
menyimpan, merawat/melestarikan, meneliti dan menerbitkan hasilnya,
menyajikan, dan membimbing edukatif kultural benda sejarah perjuangan
rakyat Jambi sebelum kemerdekaan, kemerdekaan, dan masa mengisi
kemerdekaan yang bersifat lokal dan regional.
Bangunan
ini sendiri seluas lebih kurang 1.365 m2 menempati lahan seluas 10.000
m². Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi No.15 tahun 2002, Museum
Perjuangan Rakyat Jambi dijadikan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Koleksi
Museum
ini mempunyai berbagai koleksi yang terutama memperlihatkan perjuangan
rakyat Jambi pada masa perjuangan kemerdekaan, antara lain :
- Tiruan Pesawat Terbang Catalina RI 005.
- Relief perkembangan sejarah Daerah Jambi.
- Patung Pahlawan Nasional Sultan Thaha Saifuddin yang diapit sepasang harimau Sumatera
- Lukisan yang menggambarkan perjuangan Sultan Thaha Saifuddin.
- Senjata-senjata tradisional dan senjata api modern/konvensional yang digunakan untuk melawan Belanda (1945-1950).
- Diorama sejumlah peristiwa penting pada masa perjuangan.
Sarana
Arsitektur
Museum Perjuangan Rakyat Jambi merupakan perpaduan antara rumah
tradisonal Jambi dan arsitektur modern. Museum ini terdiri dari tiga
lantai, lantai dasar berisi pameran senjata-senjata perang zaman dahulu,
serta baju perang dan peralatan-peralatan lainnya. Di ujung ruangan,
terdapat lukisan mengenai perang dan perjuangan rakyat Jambi, serta
Sultan Thaha.
Senjata-senjata perang yang dipamerkan memiliki dua jenis, senjata
modern di sisi kanan yang digunakan semasa tahun 1945 hingga 1950
seperti senapan, senjata mesin ringan, pistol vickers, dan lain-lain.
Sedangkan di sisi kiri, dipamerkan senjata-senjata tradisional seperti
keris, pedang, badik, dan perlengkapan perang yang bersifat religius
seperti Al Quran Stambul, yaitu Al Quran berukuran sangat kecil yang
dibawa prajurit Jambi ketika pergi berperang.
Di tengan-tengah ruangan, terdapat bedug besar yang digunakan oleh
Presiden Soeharto saat membuka MTQ Nasional XVIII tahun 1997.
Sedangkan lantai dua adalah tempat diorama-diorama perang Jambi yang
bisa mengeluarkan suara berupa narasi mengenai masing-masing peperangan
tersebut. Diorama-diorama ini menggambarkan setiap kejadian bersejarah
di Jambi, mulai dari masa kemerdekaan Nasional hingga perjuangan melawan
usaha Belanda yang menolak mengakui kemerdekaan Indonesia. Ada juga
diorama pertempuran Tanah Minyak, Realisasi Perjanjian Linggarjati, dan
lainnya.
Lantai tiga, atau lantai teratas berisi koleksi meja kerja yang
dipergunakan salah seorang pejuang kemerdekaan, serta juga
dokumen-dokumen tertulis dan naskah-naskah perjuangan dan juga foto-foto
masa perjuangan.
Di dinding pembatas antara lantai satu dan dua, terdapat relief
berwarna kekuningan yang menggambarkan sejarah Jambi, dimulai dari masa
melayu kuno ketika masih dihuni masyarakat Hindu dan Budha, kemudian
masa kesultanan Jambi, Masa Proklamasi Kemerdekaan RI, dan Masa
Pembangunan Indonesia (Orde Baru).
0 comments:
Post a Comment