Gn. Raung merupakan bagian dari kelompok pegunungan
Ijen yang terdiri dari beberapa gunung, diantaranya Gn.Suket
(2.950mdpl), Gn.Raung (3.332mdpl), Gn.Pendil (2.338), Gn.Rante (2.664),
Gn.Merapi (2.800), Gn.Remuk (2.092), dan Kawah Ijen.
Gunugng Raun adalah sebuah gunung yang besar dan
unik, yang berbeda dari ciri gunung pada umumnva di pulau Jawa ini.
Keunikan dari Puncak Gunung Raung adalah kalderanya yang berbentuk elips
dengan kedalaman sekitar 500 meter dalamnya, yang selalu berasap dan
sering menyemburkan api dan terdapat kerucut setinggi kurang lebih 100m.
Gn.Raung termasuk gunung tua dengan kaldera di puncaknya dan dikitari
oleh banyak puncak kecil, menjadikan pemandangannya benar-benar
menakjubkan.
Untuk mendaki G. Raung, paling mudah
adalah dari arah Bondowoso. Dari Bondowoso terus menuju desa Sumber
Wringin dengan menggunakan Colt melalui Sukosani. Perjalanan diawali
dari desa Sumber Wringin melalui kebun pinus dan perkebunan kopi menuju
Pondok Motor. Di Pondok Motor kita dapat menginap dan beristirahat,
kemudian kita dapat melanjutkan perjalanan ke puncak yang membutuhkan
waktu sekitar 9 jam.
Dari Pondok Motor ke G. Raung, dimulai
dengan melalui kebun selama 1 jam lalu pendakian memasuki hutan dengan
sudut pendakian yang tidak terlalu besar yaitu sekitar 20 derajat. Hutan
gunung ini terdiri dari pohon glentongan, arcisak, takir dan lain-lain.
Setelah pendakian selama 2 jam atau
sekitar 1300 - 1400 m pendaki akan menemukan jalan berkelok dan naik
turun sampai ketinggian sekitar 1500 - 1600 m. Di daerah ini mulai
terlihat pohon cemara lalu pendakian diteruskan menuju pondok sumur
(1750 M). setelah itu pendakain akan mulai sulit dan sudut pendakian
mulai membesar dan jalur pendakian kurang jelas karena hanya semak-semak
dan kemudian terus mendaki selama 3 jam hingga dicapai Pondok Demit.
Kemudian pendaki harus mendaki lagi
selama sekitar 8 jam hingga dicapai batas hutan, yang dikenal dengan
nama Pondok Mantri atau Parasan pada ketinggian sekitar 2900 - 3000 m.
di tempat inilah pendakian beristirahat untuk berkemah. Perjalanan
dilanjutkan melalui padang alang-alang (sekitar 1 jam perjalanan),
selanjutnya menuju puncak Gunung Raung yang sedikit berpasir dan
berbatu-batu. Dari tempat berkemah menuju puncak G. Raung, hanya
diperlukan waktu sekitar 2 (dua) jam saja.
Puncak G. Raung ini berada pada
ketinggian 3.332 m dari permukaan laut dan sering bertiup angin kencang.
Dari pinggir kawah tidak terdapat jalur yang jelas untuk menuju dasar
kawah sehingga pendaki yang bermaksud menuruni kawah agar mempersiapkan
tali temali ataupun peralatan lainnya untuk sebagai langkah pengamanan.
Dalam perjalanan ke Puncak G. Raung, tidak ada mata air. Sebaiknya untuk
air dipersiapkan di Sumber Wringin atau di Sumber Lekan. Untuk mendaki
G. Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan
diri ke aparat desa di Sumber Wringin.
Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat
dari nama-nama pos pendakian yang ada, mulai dari Pondok Sumur, Pondok
Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin. Semua itu mempunyai sejarah
tersendiri hingga dinamakan demikian. Pondok Sumur misalnya, katanya
terdapat sebuah sumur yang biasa digunakan seorang pertapa sakti asal
Gresik. Sumur dan pertapa itu dipercaya masih ada, hanya saja tak kasat
mata. Di Pondok Sumur ini, saat berkemah,juga terdengar suara derap kaki
kuda yang seakan melintas di belakang tenda.
Selanjutnya Pondok Demit, disinilah
tempat aktivitas jual-beli para lelembut atau dikenal dengan Parset
(Pasar Setan). Sehingga, pada hari-hari tertentu akan terdengar
keramaian pasar yang sering diiringi dengan alunan musik. Lokasi pasar
setan terletak disebelah timur jalur, sebuah lembah dangkal yang hanya
dipenuhi ilalang setinggi perut dan pohon perdu. Pondok Mayit adalah pos
yang sejarahnya paling menyeramkan, karena dulu pernah ditemukan
sesosok mayat yang menggantung di sebuah pohon. Mayat itu adalah seorang
bangsawan Belanda yang dibunuh oleh para pejuang saat itu.
Tak jauh dari Pondok Mayit, adalah
Pondok Angin yang juga merupakan pondok terakhir atau base camp pendaki.
Tempat ini menyajikan pemandangan yang memukau karena letaknya yang
berada di puncak bukit, sehingga kita dapat menyaksikan pemandangan alam
pegunungan yang ada disekitarnya. Gemerlapnya kota Bondowoso dan
Situbondo serta sambaran kilat jika kota itu mendung, menjadi fenomena
alam yang sangat luar biasa. Namun, angin bertiup sangat kencang dan
seperti maraung-raung di pendengaran. Karenanya gunung ini dinamakan
Raung, suara anginnya yang meraung di telinga terkadang dapat
menghempaskan kita didasar jurang yang terjal.
0 comments:
Post a Comment