Ditulis kembali dari buku : Pertambangan dan Geologi Kota Bitung, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Bitung, 2010.
Nama lain : Tangkoko
Nama gunung api parasit : Batu
Angus, Batu Angus Baru
Tipe gunung api : Strato
Letak : Kel. Makawidey, Kec. Aertembaga Kota
Bitung
Posisi Geografi G.Tangkoko : 10
31’ LU - 1250 11,5‘
BT
Posisi Geografi G. Batu Angus : 10 30,5‘
LU - 1250
13‘ BT
Tinggi di atas muka laut : G. Tangkoko :
1149 m; G. Batu Angus :
700 m.
A. Bentuk dan Struktur
G. Tangkoko
G. Tangkoko
(1149 m) yang bertipe Strato mempunyai kawah yang besar dan dalam serta gunung
api parasit yang bernama Batu Angus (700 m) atau Batu Angus Baru. Gunung api
tersebut terletak di bagian timur laut minahasa di Desa Makawidey, Kecamatan
Aertembaga, Kota Bitung.
Pemeriksaan kawah yang dilakukan dalam tahun 1971
melihat bahwa G.Tangkoko dan G. Dua Saudara, mempunyai morfologi yang amat
sederhana. Kedua gunung api tersebut di pisahkan oleh sebuah pematang dengan
jurus barat laut tenggara.
Di kaki pematang itu terletak hulu S. Batu Putih dan
S. Air Prang. G. Tangkoko berbentuk elips dengan ukuran kawah ± 2 km x 1 km dan
kedalaman ± 200m.
Di dasar kawah terdapat sumbat yang berbentuk kubah
setinggi ± 100 m di duga sumbat tersebut
terbentuk dalam kegiatan tahun 1801 (Junghuhn,1844). Di lereng timur sejauh ± 2
km dari G. Tangkoko terletak kubah lava Batu Angus dan leleran lava sepanjang ±
2 km . Kawah G.Batu Angus bagian atasnya
berukuran 300 x 325 m dan garis tengah
dasar kawah ± 200 m, sedangkan kedalamannya ± 90 m.
Dalam masa sejarah kegiatan G.Tangkoko tampaknya
letusan lebih banyak terjadi di G.Batu Angus dan tidak pernah di laporkan
adanya korban manusia. Tetapi meskipun demikian, dalam masa mendatang bahaya letusannya harus di
perhitungkan karena daerah di sekitar gunung api itu, khususnya Kota Bitung,
terus berkembang bahkan makin pesat.
B. Cara Mencapai Kawah Puncak
Ada tiga jalan untuk ke puncak gunung ini, yakni :
1. Dari
pelabuhan Bitung –Kp. Pinangunian - Puncak
2. Dari Kp.
Makawidey – Kp. Loari – Puncak
3. Dari Kp.
Batu Putih – Kp. Paring - Puncak
Umumnya ahli asing dan bangsa Indonesia seperti
Kommerling (1923), Koperberg (1928) dan Djatikusumo (1947), mendaki puncak
gunung ini dari Kp. Makawidey – Kp. Loari – Puncak. Demikian pula Reksowirogo
(1971), melakukan pendakian puncak pada 9 Februari 1971, berangkat dari kampung
Makawidey menuju utara sedikit ke timur, menyusur pantai lewat kebun kelapa.
Setelah ± 1 km jauhnya, sampailah di kampung lembahao. Selanjutnya perjalanan
menuju ke arah utara agak ke timur lewat tegelan dengan pondoknya, menuju Kp.
Loari (sampai ketinggian ± 300 m, kemiringan rata-rata 15 º). Akhir nya sampai
di pinggir kawah bagian tenggara pada titik ketinggian 670 m . Waktu yang di
perlukan dari Makawidey – pinggir kawah ini ± 3 jam.
C. Sejarah Kegiatan
(Letusan yang pernah terjadi) :
Berdasarkan data yang pernah di kumpulkan dari berbagai
laporan dan publikasi, maka erupsi Gunung api dapat diringkaskan sebagi
berikut :
1680 : Koperberg (1928) dan Kommerling (1923) menduga bahwa
mungkin letusan terjadi di G. Dua Saudara, tetapi Neumann Van Padang (1951) menganggap
letusan normal di kawah pusat yang mengakibatkan rusaknya daerah di
sekelilingnya .
1683 : Letusan
di kawah pusat G.Tangkoko
1694 : Terjadi
letusan tetapi tidak ada keterangan lebih lanjut .
1801 : Menurut Junghuhn (1844 ), Kommerling (1923) dan Koperberg (1928)
letusan terjadi di G.Tangkoko. Letusan menyemburkan abu, pasir dan batu
berwarna kemerahan seperti terbakar. Abu tersebar sampai di Airmadidi, Kema,
Maumbi, bahkan sampai Manado. Setelah itu timbul sumbat lava di dasar kawah
G.Tangkoko dan G. Batu Angus. Dalam tahun tersebut terjadi letusan yang
bersamaan antara letusan normal di kawah pusat, letusan samping dan letusan di
danau kawah.Pada kegiatan tersebut diduga terjadi aliran lava di G.Batu Angus
(Neumann van Padang (1951)) .
1821 : Terjadi
aliran lava dari G. Batu Angus .
1843 – 1845 : Terjadi letusan normal di G. Batu Angus
1880 : Terjadi
letusan dari G. Batu Angus, di sertai aliran lava.
1952 : Kenaikan
kegiatan di G. Tangkoko .
Batuan hasil letusannya adalah sebagai berikut : andesit augit hipersten ditemukan di kaki G.
Tangkoko. Sedangkan hasil letusan di G. Batu Angus terdiri dari andesit
piroksen (Neumann van Padang, 1951 ).
D. Pengamatan G. Tangkoko
Dikuatirkan kemungkinan timbulnya bencana akibat
letusan G. Tangkoko, sementara pemukiman
makin berkembang, maka dalam usaha untuk mengurangi segala kemungkinan dan
korban dibangun sebuah Pos Pengamatan Gunung Api . Dengan adanya pra-sarana
tersebut berbagai usaha untuk memantau tingkah laku G. tangkoko dapat
dikerjakan secara sinambung.
Diharapkan kelak dapat diperoleh data untuk menduga
tingkat kegiatan gunung api tersebut atau dapat diketahui lebih awal bila ada
gejala akan terjadi letusan sehingga peringatan kepada penduduk dapat diberikan
lebih dini atau tepat pada waktunya.
Pos Pengamatan Gunung Api tersebut, sering disebut Pos
Vulkanologi, mulanya terletak ± 5 km disebelah barat G. Tangkoko atau ±
3 km di sebelah barat laut G. Dua Saudara Dari Pos tersebut tidak hanya di
amati G. Tangkoko, tapi dipantau G. Dua Saudara. Sejak Juli 2002 pos ini pindah
ke Desa Winenet Kecamatan Aertembaga Bitung.
Dalam sejarah G. Tangkoko tampaknya kegiatan kedua
gunung api tersebut tidak terpisahkan. Dikaki G. Dua Saudara inilah terletak
Kota Bitung yang merupakan kota pelabuhan penting di Sulawesi Utara dan yang
saat ini perkembangannya maju dengan pesat. Kenyataan tersebut yang yang
menjadikan derajat bahaya G. Tangkoko
dan gunung api tetangganya makin tinggi.
Pengamatan menerus yang dilakukan pada waktu ini
terutama visual dan seismik. Pengamatan visual memantau semua perubahan atau
gejala yang tampak dipermukaan sedangkan seismik untuk mengetahui gerak-gerik
magma di dalam tubuh G. Tangkoko khususnya dan gunung api lainnya berdekatan.
Mungkin gejala-gejala tersebut akan muncul menjelang letusannya. Sejak
dimulainya pengamatan yang sinambung di gunung api tersebut, tahun 1986, hingga
awal 1990 ini belum pernah tercatat adanya perubahan atau kelainan gejala
vulkaniknya.
E. Bahaya Letusan G. Tangkoko dan Kawasan Rawan
Bencana
Dalam sejarah kegiatan G. Tangkoko tercatat pernah
terjadi letusan besar, yaitu dalam tahun 1801.Abunya tersebar sampai di
Manado. Menurut Neumann van Padang timur, yaitu kearah G. Batu Angus .
Dengan munculnya G. Dua Sudara di sebelah baratdaya G.
Tangkoko, maka daerah yang berbahaya, baik karena aliran lava, awan panas
maupun lahar hujan terbatas sampai di pematang yang memanjang barat laut
–tenggara yang membatasi kedua gunung disemburkan keudara, arah bahaya dan
sebarannya sangat tergantung pada arah dan kecepatan angin pada waktu letusan
terjadi.
Berdasarkan jenis dan intensitas bahaya yang
diakibatkan oleh kehebatan letusannya, kawasan rawan bencana di G. Tangkoko
dibedakan dalam dua macam :
1. Kawasan Rawan Bencana II
Diperkirakan kawasan rawan bencana II, yaitu yang
terancam oleh aliran lava, awan panas maupun lahar hujan yang dihasilkan oleh
letusan G. Tangkoko, diduga akan meliputi daerah dengan jari-jari 5 km dari
titik kegiatan. Tetapi daerah di dalam setengah lingkaran bagian barat daya
relatif lebih aman. Sebaran awan panas aliran lava dan lahar hujan diduga akan
bervariasi berdasarkan alur sungai, ke arah selatan mengikuti S. Prang, ke
utara K . Batu Putih. Sedangkan ke arah barat di sepanjang pantai barat laut
gunung api tersebut. Luas Kawasan Rawan Bencana II ± 89,4 km ²
2. Kawasan Rawan Bencana I
Di kawasan Rawan Bencana I ancaman bahaya disebabkan oleh sebaran bahan letusan yang
disemburkan keudara bila letusan menunjukkan intensitas yang makin besar.
Daerah tersebut mencakup wilayah dengan jari-jari 8 km
dari titik letusan dengan variasi bahwa bahaya dapat mengancam pula di
sepanjang sungai karena aliran lava dan lahar hujan. Daerah tersebut ke arah
selatan meliputi wilayah di sepanjang S. Tembaga, dan ke utara di sepanjang S.
Kawua. Sedangkan ke arah barat adalah pada wilayah di sepanjang pantai. Luas
Kawasan rawan bencana I ± 100,5 km² .