Di
sebelah kanan istana terdapat bangunan tua yang didirikan pada tahun
1872, yaitu Masjid Muhammad Salahuddin Bima. Konsep tata letak bangunan
istana, masjid, dan alun-alun melambangkan tiga elemen yang harus
membentuk kesatuan yang utuh, antara pemerintah (istana), religi
(masjid), dan alun-alun (rakyat). Area istana memiliki pemandangan yang
sangat indah. Ada juga meriam tua yang mengarah ke utara dan alun-alun.
Meriam ini merupakan peninggalan Kolonial Belanda. Keberadaan
pohon-pohon palem semakin menambah keasrian istana di tengah panasnya
suhu udara di Bima.
Istana
ini telah berfungsi sebagai Museum Daerah Kabupaten Bima sejak tanggal
10 Agustus 1989. Dengan adanya otonomi daerah, maka pada bulan Maret
2008 museum ini berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Museum Asi Mbojo.
Koleksi
Koleksi
Museum Asi Mbojo terdiri atas benda-benda geolgi, flora dan fauna,
serta benda-benda yang berhubungan dengan upacara kehamilan, kelahiran,
perkawinan, dan kematian. Di samping itu, terdapat pula pusaka milik
kesultanan yang terbuat dari emas dan perak yang terdiri atas alat-alat
upacara, senjata, peralatan makan, mahkota, dan perhiasan untuk penari.
Yang
paling terpopuler dari Koleksi Museum yaitu “Gunti Rante” sebuah parang
yang sangat menakjubkan di ukir pada Zaman Majapahit dan Mahkota
Sulthan yang terbuat dari Emas.
Di
lantai dua dari museum ini, terdapat sejumlah kamar atau ruang tidur
keluarga Sultan. Diantara kamar-kamar tersebut ada satu kamar yang dulu
pernah digunakan untuk menginap Presiden RI I, Soekarno, ketika
berkunjung ke Bima. Presiden Soekarno berkunjung ke kasultanan Bima pada
1945 dan 1951. koleksi-koleksi yang ada di Museum Asi Mbojo itu hanya
sebagian dari koleksi kesultanan Bima. Sebagian koleksi lainnya disimpan
keluarga Sultan.
Kasultanan Bima
Kesultanan
Bima adalah kerajaan yang terletak di Bima. Penduduk daerah ini
dahulunya beragama Hindu (Syiwa). Menurut catatan lama Istana Bima, pada
masa pemerintahan raja yang bergelar "Ruma Ta Ma Bata Wadu", menikah
dengan adik dari isteri Sultan Makassar Alauddin bernama Daeng Sikontu,
puteri Karaeng Kassuarang.
Ia
menerima agama Islam pada tahun 1050 H atau 1640 M. Raja atau Sangaji
Bima tersebut digelari dengan "Sultan" yakni Sultan Bima I (Sultan Abdul
Kahir). Setelah Sultan Bima I mangkat dan digantikan oleh putranya yang
bernama Sultan Abdul Khair Sirajuddin sebagai Sultan II, maka sistem
pemerintahannya berubah dengan berdasarkan "Hadat dan Hukum Islam".
Sementara itu, Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya
melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima
ke- XII sebagai Sultan Bima terakhir.
Museum Asi Mbojo tepatnya berlokasi di wilayah RT 08 RW 03 Kelurahan
Paruga, Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima, Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
0 comments:
Post a Comment